Paling tidak itulah yang saya katakan pada diri saya saat ini setelah hampir tiga bulan bergumul dengan spasmofilia. Sedikit cerita tentang saya sebelum terkena spasmofilia ini, bisa dikatakan saya jarang sekali takut, jarang sekali cemas. Bepergian sendirian, jarak dekat, jarak jauh, nyetir sendiri Jakarta-Bandung, Bandung-Lembang tengah malam, bertualang ke berbagai benua (kecuali Afrika, belum sempat) sendirian maupun bawa rombongan puluhan anak remaja, nyebur ke danau yang ga jelas kedalamannya berapa dan ada apa di dalamnya, naik gunung, melewati jembatan gantung gundal-gandul terpanjang di benua Amerika dengan jurang ratusan meter di bawahnya, semua hayuk-hayuk saja. Tetapi setelah terkena spasmofilia (bahkan sebelum saya tahu bahwa saya mengidapnya), naik lift sendirian, berada di ruang siaran sendirian tanpa melihat ada orang di sekitar, jalan pagi sendirian, sampai tidur siang saja saya takut. Terlalu banyak kecemasannya. Banyak hal yang tidak masuk akal jadi sumber kecemasan yang membuat tiba-tiba napas saya tersengal, padahal hal itu cuma ada di pikiran saya. Misalnya ketika saya habis beli Thai Iced Tea sebelum siaran. Saya menyeruputnya tanpa ada pikiran apa-apa. Lalu saya berpikir, kok rasanya agak beda ya sama Thai Iced Tea yang biasa saya minum. NAH! Lalu bersliweran lah kecemasan ga penting seperti takut kalau ternyata susu yang dipakai kadaluwarsa, atau jangan-jangan ada racunnya. Halah! Ngaco banget kan? Dan ini baru kejadian minggu lalu Alhasil, minuman itu tidak saya habisnya, masih sisa 3/4-nya.
Karena sering sesak napas, sayapun kemana-mana tidak akan lupa membawa Oxycan. Ke kamar mandi, ke loteng untuk berjemur, kemanapun itu, henfon harus terus saya bawa dan harus dalam keadaan baterai minimal 60%, jaga-jaga kalau kenapa-napa saya siap menghubungi orang-orang terdekat. Mmm.. apa lagi ya. Sekarang kalau makan pun pilih-pilih, kapok makan yang cuma enak sesaat di lidah tapi habis itu bisa berakibat buruk di badan. Kalau yang ini nampaknya malah bagus ya 🙂
Oiya, ada lagi, sayapun cemas berlebih mengenai orang-orang yang saya sayangi. Kala tidur di malam hari, saya sering terbangun beberapa kali hanya untuk memeriksa keadaan anak dan suami saya yang sedang tidur. Cuma ingin yakin saja kalau mereka baik-baik saja. Mungkin itu juga yang membuat saya sering merasa lelah di siang hari.
Sensi juga jadi menjadi. Sensitif yang menjadi kecemasan. Contoh nih, ketika saya, suami dan anak berkunjung ke rumah sakit untuk tes VCUG anak, rumah sakit tersebut memutarkan lagu Dying Young (Kenny G). Saya langsung sensi, bilang ke suami, “Apa-apaan sih ini rumah sakit kok masang lagu Dying Young.” Ya kali saja operatornya ga ngerti. Tapi saya langsung cemas, apakah itu pertanda? Belum lagi ketika teman-teman pada menanyakan kabar, seperti seorang sahabat yang mengirim pesan singkat, “Dit, pokoknya sebelum tanggal 14 kita harus ketemuan. Aku kepikiran kamu terus nih!” Saya langsung cemas, kenapa sebelum tanggal 14? Apakah setelah tanggal 14 ada sesuatu yang akan terjadi pada saya? Ugh! Padahal sahabat saya itu ngotot minta sebelum tanggal 14 karena pada tanggal itu dia harus berangkat ke LA untuk menggelar peragaan busananya. Makin ga masuk akal kan? Astagfirullah, saya pun sering takut dengan pikiran-pikiran penuh kecemasan yang tidak bisa saya kontrol ini. Yang bisa saya lakukan ketika kecemasan akut melanda adalah minum air putih, atur napas dan banyak minta ampun sama Tuhan.
Kecemasan-kecemasan ini memang nampaknya sudah sepaket dengan nyeri, ngilu, kram dan kejang otot pada kasus spasmofilia. Tapi setelah saya rajin makan suplemen kalsium, minum lebih dari 3 liter air putih per hari, lebih rajin (walaupun masih suka malas) olah raga ringan dan mengatur nafas lebih baik dan tentunya berdoa lebih rajin :), kecemasan itu mulai berkurang dan kepercayaan diri mulai meningkat lagi. Lebih semangat lagi karena support system saya sangat membantu. Keluarga, sahabat, teman-teman, semua mendukung saya dan memberikan banyak bantuan. Alhamdulillah, rejeki punya orang-orang baik di sekitar saya.
Oiya, nanti saya mau cerita tentang treatment apa saja yang sudah saya lakukan, klinis maupun non-klinis. Semoga berguna. Sekarang waktunya ngurus anak lagi, me-time-nya disambung nanti. Sampai jumpa!